rss
twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Gadai (Rahn)

Artikel
Oleh : Siti Nur Haniffah

 
Secara etimologi, rahn berarti tetap dan lemah, pengekangan dan keharusan. Menurut terminologi syara’ rahn berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut.[1] Ar- Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.[2] 
Landasan Syari’ah
1.    Al- Qur’an Surat Al- Baqarah: 283
* bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( .....
jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang...”
2.    As- Sunah
“Dari Siti Aisyah r.a bahwa Rasulullah SAW. Pernah membeli makanan dengan menggadaikan baju besi.”[3]
Hukum Rahn
Para ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab gadai hanya jaminan saja jika pihak tidak saling mempercayai. Dasarnya QS. Al- Baqarah: 283.[4]
Aplikasi Dalam Perbankan
Kontrak Rahn dipakai dalam perbankan dalam 2 hal berikut,
1.    Sebagai produk pelengkap, Artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap  produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ al murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
2.    Sebagai produk tersendiri, di beberapa negara Islam termasuk diantaranya adalah Malaysia, akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.[5]
Manfaat ar- Rahn
1.    Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain- main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank.
2.    Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang dipegang oleh bank.
3.    Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama di daerah- daerah.
Adapun manfaat langsung yang didapat Bank adalah biaya- biaya konkret yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut. Jika penahanan aset berdasarkan fidusia (penahan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran), nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.[6]

Risiko ar- Rahn
Adapun risiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah :
1.    Risiko tak terbayarnya utang nasabah (wanprestasi)
2.    Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.[7]



[1] Rachmat Syafe’i, Fiqih Mu’amalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001),159.
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori dan Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 128.
[3] Syafe’i, Fiqih Mu’amalah, 161.
[4] Ibid.
[5] Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori dan Praktek, 130.
[6] Ibid.
[7] Ibid.