Artikel
Oleh : Siti Nur
Haniffah
Secara etimologi, rahn berarti tetap
dan lemah, pengekangan dan keharusan. Menurut terminologi syara’ rahn berarti
penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran
dari barang tersebut.[1]
Ar- Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.[2]
Landasan Syari’ah
1.
Al- Qur’an Surat Al- Baqarah: 283
* bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»ydÌsù ×p|Êqç7ø)¨B ( .....
“ jika kamu dalam
perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang...”
2.
As- Sunah
“Dari Siti Aisyah r.a
bahwa Rasulullah SAW. Pernah membeli makanan dengan menggadaikan baju besi.”[3]
Hukum Rahn
Para ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak
diwajibkan sebab gadai hanya jaminan saja jika pihak tidak saling mempercayai.
Dasarnya QS. Al- Baqarah: 283.[4]
Aplikasi Dalam Perbankan
Kontrak Rahn dipakai dalam perbankan dalam 2 hal berikut,
1.
Sebagai produk
pelengkap, Artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ al
murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
2.
Sebagai produk
tersendiri, di beberapa negara Islam termasuk diantaranya adalah Malaysia, akad
rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya
dengan pegadaian biasa dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut
dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga
yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali
dan ditetapkan di muka.[5]
Manfaat ar- Rahn
1.
Menjaga kemungkinan
nasabah untuk lalai atau bermain- main dengan fasilitas pembiayaan yang
diberikan bank.
2.
Memberikan keamanan
bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang
begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau
barang yang dipegang oleh bank.
3.
Jika rahn diterapkan
dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita
yang kesulitan dana, terutama di daerah- daerah.
Adapun manfaat
langsung yang didapat Bank adalah biaya- biaya konkret yang harus dibayar oleh
nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut. Jika penahanan aset
berdasarkan fidusia (penahan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran),
nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang
berlaku secara umum.[6]
Risiko ar- Rahn
Adapun risiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila
diterapkan sebagai produk adalah :
1.
Risiko tak terbayarnya
utang nasabah (wanprestasi)
2.
Risiko penurunan nilai
aset yang ditahan atau rusak.[7]
[1] Rachmat Syafe’i, Fiqih Mu’amalah (Bandung: CV Pustaka Setia,
2001),159.
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori dan Praktek (Jakarta:
Gema Insani Press, 2001), 128.
[3] Syafe’i, Fiqih Mu’amalah, 161.
[4] Ibid.
[5] Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori dan Praktek, 130.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
0 komentar:
Posting Komentar