twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Pasar Modal Syari’ah



Artikel
Oleh : Siti Nur Haniffah

Pengertian dan Karakteristik Pasar Modal
Secara umum pasar modal adalah suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal (emiten), sehingga mereka berusaha untuk menjual efek- efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal di perusahaan yang menurut mereka menguntungkan.[1]
Pasar modal dikenal dengan nama bursa efek dan di Indonesia dewasa ini ada 2 buah bursa efek yaitu bursa efek Jakarta, dan bursa efek Surabaya. Dalam transaksi di pasar modal investor dapat langsung meneliti dan menganalisis keuntungan masing- masing perusahaan yang menawarkan modal. Begitu mereka anggap menguntungkan dapat langsung membeli dan menjualnya kembali pada saat harga naik dalam pasar yang  sama. Jadi dalam hal ini investor dapat pula menjadi penjual kepada para investor lainnya. [2]
Pasar modal syari’ah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanismenya sesuai dengan prinsip- prinsip syari’ah. Sedangkan efek syari’ah adalah efek sebagimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip- prinsip syari’ah yaitu prinsip yang didasarkan oleh syari’ah ajaran islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI melalui fatwa.[3]
Instrumen Pasar Modal Syari’ah.
Pasar modal syari’ah, emiten yang menerbitkan efek syari’ah harus memenuhi kriteria tertentu.[4]
1.         Jenis usaha, produk barang jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan emiten atau publikyang menerbitkan efek syri’ah tidak boleh bertentangan dengan prinsip- prinsip syari’ah, misalnya: perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang, lembaga keuangan konvensional termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
2.         Akad yang harus digunakan antara lain akad ijarah, kafalah, mudharabah, wakalah.
3.         Emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syari’ah wajib menjamin bahwa kegiatannya memenuhi prinsip- prinsip syari’ah dan memiliki shari’ah compliance officer (SCO)
4.         Dalam hal emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syari’ah sewaktu- waktu tidak memenuhi persyaratan, maka efek yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai efek syariah.
Instrumen pasar modal syariah terdiri dari:
1.         Saham syari’ah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan  dengan prinsip syari’ah.
2.         Obligasi syariah (sukuk). Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasioanal adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali  dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dengan demikian  pemegang obligasi syari’ah akan mendapatkan keuntungan bukan dalam bentuk bunga melainkan dalam bentuk bagi hasil. Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdsarkan prinsip syari’ah.[5]
Spekulasi
Dalam pasar modal ini, perlu dilihat dahulu karakter dari masing- masing investasi dan spekulasi. Pertama, Investor di pasar modal adalah mereka yang memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk berinvestasi di perusahaan- perusahaan Tbk yang diyakininya baik dan menguntungkan, bukan untuk mencari capital gain melalui short selling. Kedua, spekulasi sesungguhnya bukan merupakan investasi, meskipun diantara keduanya ada kemiripan. Perbedaan diantara keduanya terletak pada spirit yang menjiwainya, bukan pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan menjualnya kembali secara (short term). Sedangkan para investor membeli sekuritas untuk dengan tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis yang lazimnya bersifat long term. Ketiga, spekulasi adalah kegiatan game of chance sedangkan bisnis adalah game of skill. Seorang dianggap melakukan kegiatan spekulatif apabila ia ditenggarai memiliki motif memanfaatkan ketidakpastian tersebut untuk keuntungan jangka pendek.[6]
            Di pasar modal, larangan syari’ah diatas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan main yang mencegah praktek spekulasi, riba, gharar dan maysir. Salah satunya adalah dengan menetapkan jangka waktu memegang saham minimum. Dengan aturan ini saham tidak bisa diperjualkan setiap saat, sehingga meredam motivasi mencari untung dari pergerakan harga saham semata. Mengenai kekhawatiran bahwa penjualan saham di tengah masa usaha, akan menimbulkan kemungkinan gharar, seperti halnya jual beli ikan dilaut dapat diatasi dengan praktek akuntansi modrn dan adanya kewajiban disclousure laporan keuangan kepada pemilik saham. Dengan berbagai model penilaian modern saat ini, investor dan pasar secara luas akan dapat memiliki pengetahuan tentang nilai sebuah perusahaan, sehingga saham- saham dapat diperjualbelikan secara wajar dengan harga pasar yang rasional. Dengan begitu capital gain maupun profit sharing dari deviden dapat diperoleh.[7]
 
 



[1]Kasmir, Bank Dan LembagaKeuanganLainnya(Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2011), 177.
[2]Kasmir, Bank Dan LembagaKeuanganLainnya, 178.
[3]Andrisoemitra, Bank LembagaKeuanganSyari’ah(Jakarta: Kencana, 2009), 111.
[4]Ibid., 133-135.
[5] Ibid., 135-136.
[6]M. Suyanto, Bisnis Investasi Sistem Syari’ah ( Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009),57.
[7] Ibid., 58-59.

0 komentar:

Posting Komentar