Artikel
Oleh
: Siti Nur Haniffah
Secara
umum pasar modal adalah suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk
melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual dalam pasar modal
merupakan perusahaan yang membutuhkan modal (emiten), sehingga mereka berusaha
untuk menjual efek- efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah
pihak yang ingin membeli modal di perusahaan yang menurut mereka menguntungkan.[1]
Pasar
modal dikenal dengan nama bursa efek dan di Indonesia dewasa ini ada 2 buah
bursa efek yaitu bursa efek Jakarta, dan bursa efek Surabaya. Dalam transaksi
di pasar modal investor dapat langsung meneliti dan menganalisis keuntungan
masing- masing perusahaan yang menawarkan modal. Begitu mereka anggap
menguntungkan dapat langsung membeli dan menjualnya kembali pada saat harga
naik dalam pasar yang sama. Jadi dalam
hal ini investor dapat pula menjadi penjual kepada para investor lainnya. [2]
Pasar
modal syari’ah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama
mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanismenya sesuai dengan
prinsip- prinsip syari’ah. Sedangkan efek syari’ah adalah efek sebagimana
dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal yang akad,
pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip- prinsip
syari’ah yaitu prinsip yang didasarkan oleh
syari’ah ajaran islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI melalui fatwa.[3]
Instrumen Pasar Modal
Syari’ah.
Pasar
modal syari’ah, emiten yang menerbitkan efek syari’ah harus memenuhi kriteria
tertentu.[4]
1.
Jenis usaha, produk
barang jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan emiten
atau publikyang menerbitkan efek syri’ah tidak boleh bertentangan dengan
prinsip- prinsip syari’ah, misalnya: perjudian dan permainan yang tergolong
judi atau perdagangan yang dilarang, lembaga keuangan konvensional termasuk
perbankan dan asuransi konvensional.
2.
Akad yang harus
digunakan antara lain akad ijarah, kafalah, mudharabah, wakalah.
3.
Emiten atau perusahaan
publik yang menerbitkan efek syari’ah wajib menjamin bahwa kegiatannya memenuhi
prinsip- prinsip syari’ah dan memiliki shari’ah compliance officer (SCO)
4.
Dalam hal emiten atau
perusahaan publik yang menerbitkan efek syari’ah sewaktu- waktu tidak memenuhi
persyaratan, maka efek yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai
efek syariah.
Instrumen
pasar modal syariah terdiri dari:
1.
Saham syari’ah adalah
sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan
oleh emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak
bertentangan dengan prinsip syari’ah.
2.
Obligasi syariah
(sukuk). Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasioanal adalah suatu surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo. Dengan demikian pemegang obligasi
syari’ah akan mendapatkan keuntungan bukan dalam bentuk bunga melainkan dalam
bentuk bagi hasil. Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional,
dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi
hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying
transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk
dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdsarkan
prinsip syari’ah.[5]
Spekulasi
Dalam
pasar modal ini, perlu dilihat dahulu karakter dari masing- masing investasi
dan spekulasi. Pertama, Investor di pasar modal adalah mereka yang
memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk berinvestasi di perusahaan-
perusahaan Tbk yang diyakininya baik dan menguntungkan, bukan untuk mencari
capital gain melalui short selling. Kedua, spekulasi sesungguhnya bukan
merupakan investasi, meskipun diantara keduanya ada kemiripan. Perbedaan
diantara keduanya terletak pada spirit yang menjiwainya, bukan pada bentuknya.
Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan menjualnya
kembali secara (short term). Sedangkan para investor membeli sekuritas untuk
dengan tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis yang lazimnya
bersifat long term. Ketiga, spekulasi adalah kegiatan game of chance
sedangkan bisnis adalah game of skill. Seorang dianggap melakukan kegiatan
spekulatif apabila ia ditenggarai memiliki motif memanfaatkan ketidakpastian
tersebut untuk keuntungan jangka pendek.[6]
Di pasar modal, larangan syari’ah
diatas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan main yang mencegah praktek
spekulasi, riba, gharar dan maysir. Salah satunya adalah dengan menetapkan
jangka waktu memegang saham minimum. Dengan aturan ini saham tidak bisa
diperjualkan setiap saat, sehingga meredam motivasi mencari untung dari
pergerakan harga saham semata. Mengenai kekhawatiran bahwa penjualan saham di
tengah masa usaha, akan menimbulkan kemungkinan gharar, seperti halnya jual
beli ikan dilaut dapat diatasi dengan praktek akuntansi modrn dan adanya
kewajiban disclousure laporan keuangan kepada pemilik saham. Dengan berbagai
model penilaian modern saat ini, investor dan pasar secara luas akan dapat
memiliki pengetahuan tentang nilai sebuah perusahaan, sehingga saham- saham
dapat diperjualbelikan secara wajar dengan harga pasar yang rasional. Dengan
begitu capital gain maupun profit sharing dari deviden dapat diperoleh.[7]
0 komentar:
Posting Komentar