PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 103 TAHUN 2000
TENTANG
PERUSAHAAN UMUM (PERUM)
PEGADAIAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian,
yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Perusahaan, adalah
Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun
1969, yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan kewenangan Menteri
Keuangan, dimana seluruh modalnya dimiliki Negara berupa kekayaan Negara yang
dipisahkan dan tidak terbagi atas saham;
2.
Pembinaan adalah kegiatan untuk
memberikan pedoman bagi Perusahaan dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian dengan maksud agar Perusahaan dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya secara berdaya guna dan berhasil guna serta dapat berkembang dengan
baik;
3.
Pengawasan adalah seluruh proses
kegiatan penilaian terhadap
Perusahaan dengan tujuan agar Perusahaan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
dengan baik dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan;
4.
Pemeriksaan adalah kegiatan untuk
menilai Perusahaan dengan cara
membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya
dilakukan, baik dalam bidang keuangan dan atau bidang teknis operasional;
5.
Kepengurusan adalah kegiatan
pengelolaan Perusahaan dalam upaya mencapai tujuan Perusahaan, sesuai dengan
kebijakan pengembangan usaha dan pedoman kegiatan operasional yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan;
6.
Menteri Keuangan adalah Menteri
yang mewakili Pemerintah dalam setiap penyertaan kekayaan Negara yang
dipisahkan untuk dimasukkan ke dalam Perusahaan dan yang bertanggung jawab
dalam pembinaan sehari-hari Perusahaan;
7.
Direksi adalah organ Perusahaan
yang bertanggung jawab atas kepengurusan Perusahaan untuk kepentingan dan
tujuan Perusahaan serta mewakili Perusahaan baik di dalam maupun di luar
pengadilan;
8.
Dewan Pengawas adalah organ
Perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada
Direksi dalam menjalankan kegiatan kepengurusan Perusahaan.
PENDIRIAN PERUSAHAAN
Perusahaan yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor
7 Tahun 1969 sebagai PERJAN Pegadaian sebagaimana diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990, dilanjutkan berdirinya dan meneruskan
usaha-usaha selanjutnya berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini.
ANGGARAN DASAR PERUSAHAAN
Perusahaan Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara yang
diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan usaha menyalurkan
uang pinjaman atas dasar hukum gadai. Perusahaan melakukan usaha-usaha
berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku. Dengan tidak mengurangi ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini, terhadap Perusahaan berlaku Hukum Indonesia.
Tempat Kedudukan dan Jangka
Waktu
Perusahaan
berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta dan didirikan untuk jangka waktu
yang tidak ditentukan.
Sifat, Maksud dan Tujuan
Sifat
usaha dari Perusahaan adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan
umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan
Perusahaan.
Maksud
dan tujuan Perusahaan adalah:
a.
turut meningkatkan
kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan
dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.
menghindarkan masyarakat dari
gadai gelap, praktek riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Kegiatan dan Pengembangan
Usaha
a.
penyaluran uang pinjaman atas
dasar hukum gadai;
b.
penyaluran uang pinjaman
berdasarkan jaminan fidusia, pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa sertifikasi
logam mulia dan batu adi, unit toko emas,
dan industri perhiasan emas serta usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang
tercapainya maksud dan tujuan Perusahaan dengan persetujuan Menteri Keuangan.
Untuk
mendukung pembiayaan kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan
pegadaian dengan persetujuan Menteri Keuangan Perusahaan dapat:
a.
melakukan kerjasama usaha dengan
badan usaha lain;
b.
membentuk anak Perusahaan;
c.
melakukan penyertaan modal dalam
badan usaha lain.
.Modal
Pasal 10
(1)
Modal Perusahaan merupakan
kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
tidak terbagi atas saham-saham;
(2)
Besarnya modal Perusahaan pada
saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan adalah sebesar seluruh nilai
penyertaan modal Negara yang tertanam dalam Perusahaan, berdasarkan penetapan
Menteri Keuangan.
Pasal 11
Setiap
penambahan dan pengurangan penyertaan modal Negara yang tertanam dalam
Perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Penerbitan obligasi dalam rangka pengerahan dana masyarakat
oleh Perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
Rencana penerbitan obligasi harus diberitahukan oleh Perusahaan
kepada para kreditor tertentu.
Pasal 13
(1)
Dalam hal Perusahaan menerbitkan
obligasi, Negara melakukan pengurangan penyertaan modal pada Perusahaan, maka
rencana pengurangan modal Negara tersebut harus diberitahukan kepada kreditur
sebelum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
(2)
Pengurangan penyertaan modal
Negara tidak boleh merugikan kepentingan pihak ketiga.
Pasal 14
Semua
alat-alat likuid yang tidak segera diperlukan oleh Perusahaan disimpan dalam
bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembinaan
Pasal 15
(1)
Pembinaan dan pelaksanaan
pembinaan sehari-hari Perusahaan dilakukan oleh Menteri Keuangan;
(2)
dengan menetapkan kebijakan
pengembangan usaha;
(3)
Kebijakan pengembangan usaha
merupakan arah dalam mencapai tujuan Perusahaan, baik menyangkut kebijakan
investasi, pembiayaan usaha, sumber pembiayaannya, penggunaan hasil usaha
Perusahaan dan kebijakan pengembangan lainnya;
(4)
Pembinaan dan pelaksanaan
pembinaan sehari- hari perusahaan dilakukan dengan memberikan pedoman bagi Direksi
dan Dewan Pengawas dalam menjalankan kegiatan operasional Perusahaan;
(5)
yang disusun berdasarkan kebijakan
pengembangan usaha
(6)
Dalam rangka memantapkan pembinaan dan pengawasan Perusahaan,
Menteri Keuangan sewaktu-waktu apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari
Direksi dan Dewan Pengawas.
Pasal 16
Menteri
Keuangan tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang
dilakukan Perusahaan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan
melebihi nilai kekayaan Negara yang telah dipisahkan ke dalam Perusahaan,
kecuali apabila:
a.
Menteri Keuangan baik langsung
maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan
Perusahaan semata-mata untuk
kepentingan pribadi;
b.
Menteri Keuangan terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan Perusahaan; atau
c.
Menteri Keuangan langsung maupun
tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perusahaan.
Bagian Ketujuh
Direksi Perusahaan
Pasal 17
(1)
Kepengurusan Perusahaan dilakukan
oleh Direksi;
(2)
Jumlah anggota Direksi paling
banyak 5 (lima) orang, dan seorang diantaranya
diangkat sebagai Direktur Utama;
(3)
Penambahan jumlah anggota Direksi yang
melebihi jumlah dilakukan dengan persetujuan Presiden.
Pasal 18
Yang
dapat diangkat menjadi anggota
Direksi adalah orang perorangan yang:
a.
memenuhi kriteria keahlian,
integritas, kepemimpinan, pengalaman dan berkelakuan baik serta memiliki dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemajuan Perusahaan;
b.
mampu melaksanakan perbuatan hukum
dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris
atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau
PERUM dinyatakan pailit; dan
c.
berkewarganegaraan Indonesia.
Pasal 19
(1)
Antara anggota Direksi dilarang
memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus
maupun garis ke samping, termasuk hubungan yang timbul karena perkawinan;
(2)
Jika hubungan keluarga terjadi
sesudah pengangkatan anggota Direksi, maka anggota Direksi tersebut harus
mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk dapat melanjutkan jabatannya
dan
(3)
diajukan dalam jangka waktu paling
lambat 1 (satu) bulan sejak terjadinya hubungan keluarga;
(4)
Anggota Direksi yang sudah mengajukan
permohonan kepada Menteri Keuangan dapat
melanjutkan jabatannya sampai dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan bagi
anggota Direksi tersebut mengenai dapat atau tidak dapat melanjutkan jabatan
yang
(5)
diberikan dalam jangka waktu
paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak permohonan diajukan;
(6)
Dalam hal keputusan Menteri
Keuangan belum dikeluarkan dalam jangka waktu 2 bulan, Menteri Keuangan dianggap memberikan keputusan bahwa anggota Direksi
dapat melanjutkan jabatannya.
Pasal 20
Anggota
Direksi dilarang memangku jabatan
rangkap:
a.
Direktur Utama atau Direktur pada
Badan Usaha Milik Negara, Daerah dan Swasta atau jabatan lain yang berhubungan
dengan kepengurusan perusahaan;
b.
jabatan struktural dan fungsional
lainnya dalam instansi/lembaga Pemerintah Pusat atau Daerah;
c.
jabatan lainnya sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 21
(1)
Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan;
(2)
untuk masa jabatan 5 (lima) tahun,
dan dapat diangkat kembali.
Pasal 22
(1)
Anggota Direksi dapat
diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh Menteri Keuangan apabila
berdasarkan kenyataan anggota Direksi:
a.
tidak melaksanakan tugasnya dengan
baik;
b.
tidak melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan atau ketentuan Peraturan Pemerintah ini;
c.
terlibat dalam tindakan yang
merugikan Perusahaan;
d.
dipidana penjara karena
dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan yang
bersangkutan dengan kepengurusan perusahaan.
(2)
Keputusan pemberhentian tersebut diambil
setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri;
(3)
Dan dilakukan secara tertulis dan
disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung
sejak anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu secara tertulis oleh Menteri
Keuangan tentang rencana pemberhentian tersebut;
(4)
Selama rencana pemberhentian masih
dalam proses, maka anggota Direksi yang bersangkutan dapat melanjutkan
tugasnya;
(5)
Jika dalam jangka waktu 2 (dua)
bulan terhitung sejak tanggal penyampaian pembelaan diri sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) Menteri Keuangan tidak memberikan keputusan pemberhentian
anggota Direksi tersebut, maka rencana pemberhentian tersebut menjadi batal;
(6)
Pemberhentian karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, merupakan pemberhentian tidak
dengan hormat;
(7)
Kedudukan sebagai anggota Direksi
berakhir dengan dikeluarkannya keputusan pemberhentian oleh Menteri Keuangan.
Pasal 23
(1)
Direksi diberi tugas dan mempunyai
wewenang untuk:
a.
memimpin, mengurus dan mengelola
Perusahaan sesuai dengan tujuan Perusahaan dengan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna Perusahaan;
b.
menguasai, memelihara dan mengurus
kekayaan Perusahaan;
c.
mewakili Perusahaan di dalam dan
di luar pengadilan;
d.
melaksanakan kebijakan
pengembangan usaha dalam mengurus Perusahaan yang telah digariskan Menteri
Keuangan;
e.
menetapkan kebijakan Perusahaan
sesuai dengan pedoman kegiatan operasional yang ditetapkan Menteri Keuangan;
f.
menyiapkan Rencana Jangka Panjang
dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
g.
mengadakan dan memelihara
pembukuan dan administrasi Perusahaan sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi
suatu perusahaan;
h.
menyiapkan struktur organisasi dan
tata kerja Perusahaan lengkap dengan perincian tugasnya;
i.
melakukan kerjasama usaha,
membentuk anak Perusahaan dan melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain
dengan persetujuan Menteri Keuangan;
j.
mengangkat dan memberhentikan
pegawai Perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
k.
menetapkan gaji, pensiun/jaminan
hari tua dan penghasilan lain bagi para pegawai Perusahaan serta mengatur semua
hal kepegawaian lainnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
l.
menyiapkan Laporan Tahunan dan
laporan berkala.
(2)
Untuk menyelenggarakan tugas dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direksi berwenang menetapkan
kebijaksanaan teknis dan non teknis sesuai dengan kebijakan Perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e.
Pasal 24
(1)
Dalam menjalankan tugas-tugas
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23:
a.
Direktur Utama dapat bertindak
atas nama Direksi berdasarkan persetujuan para anggota Direksi lainnya;
b.
para Direktur berhak dan berwenang
bertindak atas nama Direksi, masing-masing untuk bidang yang menjadi tugas dan
wewenangnya.
(2)
Apabila salah satu atau beberapa
anggota Direksi berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau apabila jabatan
itu terluang dan penggantinya belum diangkat
atau belum memangku jabatannya, maka
jabatan tersebut dipangku oleh anggota Direksi lainnya yang ditunjuk sementara
oleh Menteri Keuangan;
(3)
Dalam jangka waktu paling lambat 2
(dua) bulan terhitung sejak terjadinya keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), Menteri Keuangan menunjuk anggota Direksi yang baru untuk memangku jabatan yang terluang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2);
(4)
Apabila semua anggota Direksi
berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau jabatan Direksi terluang seluruhnya
dan belum diangkat, maka sementara
waktu pengurusan Perusahaan dijalankan oleh Dewan Pengawas;
(5)
Dalam menjalankan tugas dan
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c, Direksi dapat
melaksanakan sendiri atau menyerahkan kekuasaan tersebut kepada:
a.
seorang atau beberapa orang
anggota Direksi; atau
b.
seorang atau beberapa orang
pegawai Perusahaan baik sendiri maupun bersama-sama; atau
c.
orang atau badan lain;
yang khusus ditunjuk untuk hal tersebut.
Pasal 25
Dalam
melaksanakan tugasnya Direksi wajib mencurahkan perhatian dan pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban dan
pencapaian tujuan Perusahaan.
Pasal 26
Anggota
Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) huruf a tidak berwenang
mewakili Perusahaan apabila:
a.
terjadi perkara di depan
pengadilan antara Perusahaan dengan anggota Direksi yang bersangkutan;
b.
anggota Direksi yang bersangkutan
mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Perusahaan.
Pasal 27
Besar
dan jenis penghasilan Direksi
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 28
(1)
Rapat Direksi diselenggarakan
sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali;
(2)
Dalam rapat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Perusahaan sesuai
dengan tugas, kewenangan dan kewajibannya;
(3)
Keputusan rapat Direksi diambil
atas dasar musyawarah untuk mufakat;
(4)
Dalam hal tidak tercapai kata
mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak;
(5)
Untuk setiap rapat dibuatkan
risalah rapat.
Pasal 29
(1)
Rencana Jangka Panjang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf f, sekurang-kurangnya memuat:
a.
evaluasi pelaksanaan Rencana
Jangka Panjang sebelumnya;
b.
posisi Perusahaan pada saat
penyusunan Rencana Jangka Panjang;
c.
asumsi-asumsi yang dipakai dalam
penyusunan Rencana Jangka Panjang;
d.
penetapan sasaran, strategi,
kebijakan dan program kerja Rencana Jangka Panjang beserta keterkaitan antara
unsur-unsur tersebut.
(2)
Rancangan Rencana Jangka Panjang
yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas disampaikan kepada
Menteri Keuangan, untuk disahkan.
Pasal 30
(1)
Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf f
sekurang-kurangnya memuat:
a.
Rencana Kerja Perusahaan;
b.
Anggaran Perusahaan;
c.
Proyeksi Keuangan Pokok
Perusahaan;
d.
hal-hal lain memerlukan pengesahan
oleh Menteri Keuangan.
(2)
Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Menteri
Keuangan, paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran dimulai,
untuk memperoleh pengesahan;
(3)
Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh Menteri Keuangan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tahun anggaran berjalan;
(4)
Dalam hal Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan belum disahkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), maka Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tersebut dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah
memenuhi ketentuan tata cara penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
Bagian Kedelapan
Dewan Pengawas
Pasal 31
(1)
Pada Perusahaan dibentuk Dewan
Pengawas;
(2)
Jumlah anggota Dewan Pengawas
disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan paling sedikit 2 (dua) orang dan paling
banyak 5 (lima) orang, seorang diantaranya
diangkat sebagai Ketua Dewan
Pengawas;
(3)
Dewan Pengawas dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan tujuan
Perusahaan.
Pasal 32
Yang
dapat diangkat sebagai Dewan
Pengawas adalah orang perorangan yang:
a.
memiliki dedikasi,
memahami masalah-masalah manajemen
perusahaan dan dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;
dan
b.
mampu melaksanakan perbuatan hukum
dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi, Komisaris atau
Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau PERUM
dinyatakan pailit.
Pasal 33
Anggota
Dewan Pengawas tidak dibenarkan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan
atau mengganggu kepentingan Perusahaan.
Pasal 34
Dewan
Pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat Departemen Keuangan dan departemen/instansi
lain yang kegiatannya berhubungan dengan Perusahaan, atau pejabat lain yang
ditetapkan Menteri Keuangan.
Pasal 35
(1)
Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan;
(2)
Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk masa jabatan yang sama dengan anggota
Direksi dan dapat diangkat kembali;
(3)
Pengangkatan anggota Dewan
Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi.
Pasal 36
(1)
Anggota Dewan Pengawas dapat
diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh Menteri Keuangan, apabila
berdasarkan kenyataan anggota Dewan Pengawas:
a.
tidak melaksanakan tugasnya dengan
baik;
b.
tidak melaksanakan ketentuan
perundang-undangan dan atau ketentuan Peraturan Pemerintah ini;
c.
terlibat dalam tindakan yang
merugikan Perusahaan; atau
d.
dipidana penjara karena
dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan yang
berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan dalam perusahaan.
(2)
Keputusan pemberhentian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan setelah yang bersangkutan diberi
kesempatan membela diri;
(3)
Pembelaan diri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada
Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak anggota
Dewan Pengawas yang bersangkutan diberitahu secara tertulis oleh Menteri
Keuangan tentang rencana pemberhentian tersebut;
(4)
Selama rencana pemberhentian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) masih dalam proses, maka anggota Dewan
Pengawas yang bersangkutan dapat melanjutkan tugasnya;
(5)
Jika dalam jangka waktu 2 (dua)
bulan terhitung sejak tanggal penyampaian pembelaan diri sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) Menteri Keuangan tidak memberikan keputusan pemberhentian
anggota Dewan Pengawas tersebut, maka rencana pemberhentian tersebut menjadi
batal;
(6)
Pemberhentian karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, merupakan pemberhentian tidak
dengan hormat;
(7)
Kedudukan sebagai anggota Dewan
Pengawas berakhir dengan dikeluarkannya keputusan pemberhentian oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 37
(1)
Dewan Pengawas bertugas untuk:
a.
melaksanakan pengawasan terhadap
pengurusan Perusahaan yang dilakukan oleh Direksi;
b.
memberi nasihat kepada Direksi
dalam melaksanakan kegiatan pengurusan Perusahaan.
(2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan:
a.
Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan;
b.
ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini;
c.
kebijakan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan;
d.
ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 38
(1)
Dewan Pengawas dalam melaksanakan
tugasnya berkewajiban:
a.
memberikan pendapat dan saran
kepada Menteri Keuangan mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang
diusulkan Direksi;
b.
mengikuti perkembangan kegiatan
Perusahaan, memberikan pendapat dan saran kepada Menteri Keuangan mengenai
setiap masalah yang dianggap penting
bagi pengurusan Perusahaan;
c.
melaporkan dengan segera kepada
Menteri Keuangan apabila terjadi gejala menurunnya kinerja Perusahaan;
d.
memberikan nasihat kepada Direksi
dalam melaksanakan pengurusan Perusahaan.
(2)
Dewan Pengawas melaporkan
pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri
Keuangan secara berkala dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Pasal 39
Dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, Dewan Pengawas mempunyai wewenang sebagai
berikut:
a.
melihat buku-buku, surat-surat
serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan
memeriksa kekayaan Perusahaan;
b.
memasuki
pekarangan, gedung dan kantor yang dipergunakan oleh Perusahaan;
c.
meminta penjelasan dari Direksi
dan atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan
Perusahaan;
d.
meminta Direksi dan atau pejabat
lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri rapat Dewan Pengawas;
e.
menghadiri rapat Direksi dan
memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan;
f.
berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini, memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam
melakukan perbuatan hukum tertentu;
g.
berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini atau keputusan rapat pembahasan bersama, melakukan tindakan
pengurusan Perusahaan dalam hal Direksi tidak ada; dan
h.
memberhentikan sementara Direksi,
dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 40
Untuk
membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Pengawas, Menteri Keuangan dapat
mengangkat seorang Sekretaris Dewan Pengawas atas beban Perusahaan.
Pasal 41
Jika
dianggap perlu Dewan Pengawas dalam
melaksanakan tugasnya dapat memperoleh bantuan tenaga ahli yang diikat dengan
kontrak untuk waktu tertentu atas beban Perusahaan.
Pasal 42
Semua
biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Pengawas dibebankan
kepada Perusahaan dan secara jelas dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan.
Pasal 43
(1)
Rapat Dewan Pengawas
diselenggarakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali;
(2)
Dalam rapat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Perusahaan sesuai
dengan tugas, kewenangan dan kewajiban Dewan Pengawas;
(3)
Keputusan rapat Dewan Pengawas
diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat;
(4)
Dalam hal tak tercapai kata
mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak;
(5)
Untuk setiap rapat dibuat risalah
rapat.
Bagian Kesembilan
Satuan Pengawasan Intern
Pasal 44
(1)
Satuan Pengawasan Intern
melaksanakan pengawasan intern keuangan dan operasional Perusahaan;
(2)
Satuan Pengawasan Intern
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala yang
bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
Pasal 45
Satuan
Pengawasan Intern bertugas:
a.
membantu Direktur Utama dalam
melaksanakan pemeriksaan intern keuangan dan operasional Perusahaan, menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaannya
pada Perusahaan serta memberikan saran-saran perbaikannya;
b.
memberikan keterangan tentang
hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern
sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Direksi.
Pasal 46
Direksi
wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas
segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang
dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern.
Pasal 47
Atas
permintaan tertulis Dewan Pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil
pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana
dimaksud dalam pasal 45 huruf b.
Pasal 48
Dalam
pelaksanaan tugasnya, Satuan Pengawasan Intern wajib menjaga kelancaran pelaksanaan
tugas satuan organisasi lainnya dalam Perusahaan sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing.
Bagian Kesepuluh
Sistem Akuntansi dan
Pelaporan
Pasal 49
Tahun
buku Perusahaan adalah tahun takwim, kecuali jika ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 50
Perhitungan
Tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
Pasal 51
Dalam
waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Perusahaan ditutup, Direksi wajib
menyampaikan Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf
l kepada Menteri Keuangan, yang memuat sekurang-kurangnya:
a.
Perhitungan Tahunan yang terdiri
dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari
tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
b.
laporan mengenai keadaan dan
jalannya Perusahaan serta hasil yang telah dicapai;
c.
kegiatan utama Perusahaan dan
perubahan selama tahun buku;
d.
rincian masalah yang timbul selama
tahun buku yang mempengaruhi kegiatan Perusahaan;
e.
nama anggota Direksi dan Dewan Pengawas;
dan
f.
gaji dan tunjangan lain bagi
anggota Direksi dan Dewan Pengawas.
Pasal 52
(1)
Laporan Tahunan ditandatangani
oleh semua anggota Direksi dan Dewan Pengawas serta disampaikan kepada Menteri
Keuangan;
(2)
Dalam hal ada anggota Direksi atau
Dewan Pengawas tidak menandatangani Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), harus disebutkan alasannya secara tertulis.
Pasal 53
(1)
Perhitungan Tahunan disampaikan
oleh Direksi kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk diperiksa;
(2)
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan ketentuan bahwa hasil pemeriksaannya
disetujui oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
(3)
Apabila Perusahaan mengerahkan
dana masyarakat, pemeriksaan Perhitungan Tahunan dilakukan oleh Akuntan Publik;
(4)
Laporan hasil pemeriksaan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau Akuntan Publik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) disampaikan secara tertulis oleh Direksi
kepada Menteri Keuangan untuk disahkan;
(5)
Perhitungan Tahunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) diumumkan dalam surat kabar harian.
Pasal 54
(1)
Pengesahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (4) membebaskan Direksi dari tanggung jawab terhadap segala
sesuatunya yang termuat dalam Perhitungan Tahunan tersebut;
(2)
Dalam hal dokumen Perhitungan
Tahunan yang diajukan dan disahkan tersebut ternyata tidak benar dan atau
menyesatkan maka anggota Direksi dan Dewan Pengawas secara tanggung renteng
bertanggung jawab terhadap pihak ketiga yang dirugikan;
(3)
Anggota Direksi dan Dewan Pengawas
dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila
terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Pasal 55
(1)
Laporan berkala baik laporan triwulan, laporan semester maupun laporan lainnya
tentang kinerja Perusahaan disampaikan kepada Dewan Pengawas;
(2)
Tembusan laporan berkala
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan.
Pasal 56
Laporan
tahunan, Perhitungan Tahunan, laporan berkala dan laporan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Bagian ini, disampaikan dengan bentuk, isi dan tata cara
penyusunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kesebelas
Pegawai Perusahaan
Pasal 57
Pengadaan,
pengangkatan, penempatan, pemberhentian, kedudukan, kepangkatan, jabatan,
gaji/upah, kesejahteraan dan penghargaan kepada pegawai Perusahaan diatur dan
ditetapkan oleh Direksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 58
(1)
Segala ketentuan eselonisasi
jabatan yang berlaku bagi Pegawai Negeri tidak berlaku bagi pegawai Perusahaan;
(2)
Direksi dapat mengatur dan
menetapkan ketentuan eselonisasi jabatan tersendiri bagi pegawai Perusahaan.
Bagian Keduabelas
Penggunaan Laba
Pasal 59
(1)
Setiap tahun buku, Perusahaan
wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan tujuan,
penyusutan dan pengurangan lainnya yang wajar;
(2)
Empat puluh lima persen (45%) dari
sisa penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipakai untuk:
a.
cadangan umum yang dilakukan
sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 2 (dua) kali lipat dari modal yang
ditempatkan;
b.
sosial dan pendidikan;
c.
jasa produksi;
d.
sumbangan dana pensiun; dan
e.
sokongan dan sumbangan ganti rugi.
(3)
Penetapan persentase pembagian
laba bersih Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih
lanjut oleh Menteri Keuangan.
Pasal 60
(1)
Seluruh laba bersih setelah
dikurangi penyisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 disetorkan sebagai
Dana Pembangunan Semesta;
(2)
Dana Pembangunan Semesta yang
menjadi hak Negara wajib disetorkan ke Bendahara Umum Negara segera setelah
Laporan Tahunan disahkan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini.
Bagian Ketigabelas
Ketentuan lain-lain
Pasal 61
Tata
cara penjualan, pemindahtanganan atau pembebanan atas aktiva tetap Perusahaan
serta penerimaan pinjaman jangka menengah/panjang dan pemberian pinjaman dalam
bentuk dan cara apapun serta tidak menagih lagi dan menghapuskan dari pembukuan
piutang dan persediaan barang oleh Perusahaan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 62
Pengadaan
barang dan jasa Perusahaan yang menggunakan dana langsung dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 63
(1)
Selain organ Perusahaan, pihak
lain manapun dilarang turut mencampuri pengurusan Perusahaan;
(2)
Organ Perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah Direksi dan Dewan Pengawas;
(3)
Departemen/instansi Pemerintah
tidak dibenarkan membebani Perusahaan dengan segala bentuk pengeluaran;
(4)
Perusahaan tidak dibenarkan
membiayai keperluan pengeluaran Departemen/instansi Pemerintah.
Pasal 64
(1)
Direksi hanya dapat mengajukan
permohonan ke Pengadilan Negeri agar Perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan
persetujuan Menteri Keuangan;
(2)
Dalam hal kepailitan terjadi
karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perusahaan tidak cukup
untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi
secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut;
(3)
Anggota Direksi yang dapat
membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak
bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
Pasal 65
(1)
Anggota Direksi dan semua pegawai
Perusahaan yang karena tindakan-tindakan melawan hukum menimbulkan
kerugian bagi Perusahaan, diwajibkan mengganti kerugian tersebut;
(2)
Ketentuan ganti rugi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) terhadap anggota Direksi diatur oleh Menteri Keuangan,
sedangkan terhadap pegawai Perusahaan diatur oleh Direksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 66
Semua
surat dan surat berharga yang termasuk kelompok pembukuan dan administrasi
Perusahaan disimpan di tempat Perusahaan atau tempat lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 67
(1)
Pembubaran Perusahaan dan
penunjukan likuidaturnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
(2)
Semua kekayaan Perusahaan setelah
diadakan likuidasi, menjadi milik Negara;
(3)
Likuidatur mempertanggungjawabkan
likuidasi kepada Menteri Keuangan;
(4)
Menteri Keuangan memberi
pembebasan tanggung jawab tentang pekerjaan yang telah diselesaikan likuidatur.
Pasal 68
Pimpinan
satuan organisasi dalam Perusahaan bertanggung jawab melakukan pengawasan
melekat dalam lingkungan tugasnya masing-masing.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
Pada
saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan pelaksanaan yang
telah ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1990, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
dengan ketentuan baru yang ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 70
Dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun
1990 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 71
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 10 November 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 10 November 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 200
0 komentar:
Posting Komentar